Den Bagoez Ragile Kanjengdoso
Den Bagoez Ragile Kanjengdoso ~ Sigit Pamuji

widgeo.net

BIOGRAFI AL~HABIB SYECH ABDUL QODIR ASSEGAF

BIOGRAFI AL~HABIB SYECH ABDUL QODIR ASSEGAF
BIOGRAFI AL~HABIB SYECH ABDUL QODIR ASSEGAF

Wednesday 11 December 2013

Habib Ahmad bin Novel bin Jindan

** MENGENAL SOSOK HABIB AHMAD BIN NOVEL BIN JINDAN BAGIAN I **



Habib Ahmad bin Novel bin Jindan Menyejukan, Tapi Mengobarkan Semangat Kehadiran dan taushiyahnya menyejukan. Tapi, ketika menyuarakan kebenaran, alumnus Darul Musthofa ini bersuara lantang. Keluarga Habib Salim bin Jindan (1906-1967) dari Jakarta, memang dikenal banyak melahirkan dai-dai yang tangguh. Dua putranya, yakni Habib Novel dan Habib Shalahudin, juga dikenal sebagai orator-orator ulung yang kukuh dalam menegakkan Amar Ma’ruf Nahy Munkar pada kurun 1970-1990-an.


Demikian dengan dengan cucu-cucu dari Habib Salim Jindan yakni Habib Jindan dan Habib Ahmad. Sang kakak, Habib Jindan dikenal sebagai orator yang mumpuni di banyak acara keagamaan di tanah air, mulai acara haul sampai maulid Rasulullah Shallallahu Alahi Wassalam. Demikian pula dengan sang adik yakni Habib Ahmad bin Novel bin Salim bin Jindan yang juga dikenal luas dalam berdakwah. Di luar pondok, ia membina beberapa majelis ta’lim.

Pada Sabtu sore di Otista, tempat alm Habib Salim bin Jindan, kakeknya. Malam Sabtu di Majelis Ta’lim Jasatul Musthafa. Malam Senin di Perumahan Ciledug Indah, Tangerang. Malam Rabu di Ponpes Al-Fachriyyah, membaca kitab Sabilul Iftikar, karya Habib Abdullah bin Alwi Al-Haddad. Malam Kamis di Pondok Kacang. Dalam majelis taklim tersebut, Habib Ahmad mengajak hadirin bersama membaca Ratib Hadad, kemudian pengajian dengan membaca kitab-kitab Habib Abdullah bin Alwi Al-Hadad. Setelah itu dilanjutkan dengan tanya jawab bagi mereka yang memiliki persoalan tertentu.

Dari perjalanan dakwahnya, para habib dan ulama melihat dan menyimak kealimannya, sehingga sampai sekarang ia banyak tampil di muka umum terutama di kalangan habaib. Jejak dakwah dai yang satu ini memang terbilang sama dengan yang ditempuh dengan sang kakak, Habib Jindan bin Novel bin Salim Jindan. Usia muda bukan halangan dalam berdakwah, ia juga sering diminta mengisi taushiyah di berbagai daerah yang ada di Indonesia. Bahkan juga seperti Malaysia, Singapura dan lain-lain. "Saya sebetulnya belum patut bicara hadapan para habaib sepuh, tetapi karena diminta ya …sulit rasanya menolak permintaan habib sepuh," katanya. Ia mewanti-wanti supaya dirinya tidak disejajarkan dengan para habib sepuh. Sebab dia merasa, ilmunya masih rendah.

Disamping itu, ada sosok yang dihormatinya dan patut menempati tempat terhormat, yaitu sang kakak, Habib Jindan. Namun yang jelas, kedauanya adalah pendakwah yang tangguh, orator ulung dan sosok dai yang kehadiran serta taushiyahnya menyejukan sehingga dinantikan umat Islam di berbagai belahan tanah air, bahkan mancanegara. Selain dikenal luas sebagai dai, penerjemah bahasa Arab, pengasuh pesantren dan lain-lain, bapak tiga putra ini juga menaruh perhatian yang besar dalam mengelola zakat fitrah.

Sejak tahun 2002 setiap memasuki bulan Ramadhan ia mengumpulkan para dari dan ustadz yang ada di sekitar Tangerang dan sekitarnya untuk mengikuti pelatihan zakat fitrah dengan baik dan benar di Ponpes Al-Fachriyyah, Tangerang Banten. Habib Ahmad bin Novel, putra kedua Habib Novel bin Salim Jindan lahir di Jakarta 12 Januari 1982. Sejak kecil ia dididik ketat di lingkungan agama oleh keluarganya. Pertama dididik oleh sang ayah, yakni Habib Novel bin Salim Jindan yang saat itu tinggal di Bungur, Senen Jakarta Pusat. Ia mengawali pendidikan dasar di SD Islam Meranti, Kalibaru Timur, Bungur, Jakarta Pusat. Ia juga belajar diniyah pada sebuah madrasah yang diasuh oleh Ustadzah Nur Baiti di Bungur.

Saat kelas enam SD atau tepatnya tahun 1992, Habib Novel pindah ke Larangan, Ciledug Tangerang dan mulai mendirikan Ponpes Al-Facriyyah, Ciledug. Habib Ahmad saat itu masih tinggal beberapa bulan bersama keluarganya di Bungur, Jakarta Pusat, karena ujian akhir nasional tinggal sebulan lagi. Lepas lulus sekolah dasar pada tahun 1992, ia melanjutkan ke tingkat Tsanawiyah di Madrasah Tsanawiyah Darunnajah, Petukangan, Jakarta Selatan, tapi hanya menginjak kelas dua. Sebagaimana kakak atau adik-adiknya ia juga sering diajak abahnya yakni Habib Novel dalam berdakwah. Sang ayah saat itu dikenal sebagai "Singa Podium", yang gaya pidatonya sangat memikat. Suaranya saat itu masih lantang, menggema dan membuat betah jamaah untuk mendengar orasi-orasinya."Abah saya, kalau berangkat berdakwah, sering mengajak anak-anaknya…," ujarnya mengenang.

Saat menginjak kelas dua, saat itu umurnya baru 13 tahun, ia melanjutkan belajar ke Hadramaut. Ketika itu Ustadz Abdullah Abdun, Malang mendapat jatah untuk mengirim santri-santri belajar ke Darul Musthofa, Hadramaut Yaman. Kebetulan, Ustadz Abdullah Abdun mempunyai kedekatan khusus dengan Habib Novel bin Salim bin Jindan, sehingga diikutsertakanlah Habib Ahmad belajar ke Hadramaut. Ia berangkat bersama Ustadz Haikal Al-Amiri (Palu), Ustadz Saleh Abdun (Malang), Ustadz Salim Nur (Malang) dan lain-lain. Beruntung, ia bisa berangkat ke Hadramaut dan berguru dengan seorang pendidik dan orator ulung seperti Habib Umar bin Muhammad Al-Hafidz. (Bersambung).............
SALAM SANTUN DARI SYEKHERMANIA PURWOREJO SALAM UKHUWAH FILLAH

Berlangganan artikel via email :

Delivered by Den Bagoez Ragile Kanjengdoso

Share On:

Related Post:

Comments
0 Comments

Belum ada komentar untuk "Habib Ahmad bin Novel bin Jindan"

Post a Comment

 
 
All Right Reserved - BIOGRAPHY AL HABIB SYECH ABDUL QODIR ASSEGAF
Design by Den Bagoez Sigit Pamuji AL~Faridz | Powered By Blogger.com